Joko Widodo atau akrab dipanggil Jokowi adalah salahsatu sosok pejabat negara yang sangat populer dikalangan masyarakat. Nama Jokowi melambung tinggi setelah beliau mencalonkan dirinya sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012 lalu. Sebelumnya, Jokowi telah memimpin Kota Solo dalam 2 kali masa jabatan. Dalam masa kepemimpinannya, banyak sekali prestasi yang telah diraih, bahkan beliau pernah mendapat penghargaan yang luar biasa dari pihak luar. Penghargaan tersebut terbukti dalam salah satu majalah di Amerika Serikat yang menjadikannya sebagai 50 pemimpin yang paling bijaksana didunia.
Pada Pemilihan Presiden tahun 2014 lalu, Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla telah memenangkan, dan terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia pada masa jabatan 2014-2019. Meski masih dalam perdebatan, sudah dapat dipastikan bahwa keputusan tersebut tidak dapat digugat kembali. Pasalnya, selisih suara yang diperoleh oleh kedua pihak yaitu berkisat sampai dengan 8.000.000 suara. Selain itu, proses pemulu yang sangat steril dan runtut menurup kemungkinan untuk melakukan kecurangan.
Kesuksesan Jokowi tidak terlepas dari kebiasaan yang sering beliau lakukan dalam memimpin suatu pemerintahan. “Jokowi Blusukan”, panggilan itulah yang sangat akrab kita dengar selama ini. Blusukan Jokowi telah menjadi bahan perbincangan baru dalam dunia politik, karena masih sangat sedikit pemimpin yang melakukan tindakan seperti Jokowi.
Blusukan adalah salahsatu metode memimpin dengan cara mengkontrol langsung di lapangan tanpa adanya pemberian informasi terlebih dahulu. Metode tersebut sangat efektif dalam memimpin suatu pemerintahan, dengan demikian, pihak-pihak yang bertugas tidak hanya patuh dalam 1 hari saja, melainkan akan lebih memikul tanggung jawab yang lebih.
Menjelang Pemilu Presiden pada bulan July lalu, banyak sekali berita-berita yang menyudutkan Jokowi, mulai dari etis cina, komunis, boneka megawati, bahkan metode blusukan yang beliau terapkan juga mendapat kritik. Semua keburukan-keburukan Jokowi tertuang dalam sebuah berita di sebuah majalah yang berjudul Obor Rakyat. Tidak ada yang mengerti maksud dan tujuan dibuatnya majalah tersebut, dan tidak ada juga yang menyatakan bahwa majalah tersebut dibuat untuk menjatuhkan citra Jokowi.
Terlepas dari rasa memihak, jika memang majalah tersebut tidak dibuat untuk menjatuhkan citra Jokowi, setidaknya pembuat dari majalah tersebut juga tidak lupa untuk membuat majalah yang bersifat menjatuhkan Bapak Prabowo. Jika majalah tersebut “cuma” memojokkan Jokowi, sangatlah terlihat kejanggalan makna dari majalah tersebut. Tidak ada yang tau akan kebenaran itu semua, “Nasi sudah menjadi bubur” dan Jokowilah yang menikmati bubur tersebut.
Dalam majalah tersebut, terdapat sebuah berita dengan judul “1001 Bentuk Pencitraan Jokowi”. Dalam tulisan tersebut dijelaskan bahwa selama ini, blusukan yang Jokowi lakukan hanyalah sebuah bentuk pencitraan. Mencoba untuk tidak memihak dan berpikiran positif kembali, seandainya memang benar bahwa blusukan Jokowi adalah bentuk pencitraan, penulis tidak akan pernah terlibat dalam kerumulan orang yang saling berdesak untuk melihat sesosok Jokowi, yang waktu itu tiba di Kota Probolinggo. Jika seandainya memang benar blusukan Jokowi adalah pencitraan, tidak mungkin penulis keluar rumah dan menggayuh sepeda di kerumulan orang tersebut.
Tidak ada niatan untuk memihak Jokowi, tetapi penulis lebih tertarik dengan apa yang sudah dialami, tidak hanya sekedar didepan mata, ataupun berita saja. Blusukan yang Jokowi lakukan, seharusnya juga menjadi contoh yang juga dapat dilakukan pemimpin lain, bukannya malah mendapat kritik yang tidak jelas kebenarannya.
Banyak pejabat yang baik, tetapi kebaikannya hanya pada masa pemilu saja. Pada waktu SMP, penulis sempat mendengarkan seorang guru PKN berkata, “Pada masa pemilu, banyak calon yang mengumbar visi dan misi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin. Berbagai cara juga mereka lakukan untuk mendapatkan hati masyarakat, salah satunya yaitu dengan memberikan uang dengan jaminan untuk memilih mereka. Dan, banyak sekali masyarakat yang tidak memalingkan muka ketika mendapati kejadian tersebut. Bisa dibilang, itu adalah berkah. Hahaha... Tetapi, pernahkah kita berpikir ? Bagaimana dia para calon bisa mensejahterakan masyarakat hanya dengan uang Rp. 50.000 sebagai suap, Seandainya memang benar dia terpilih dan dia benar-benar mensejahterakan masyarakat, lantas siapa yang nanti akan menerima uang dengan jaminan untuk memilihnya lagi ? Tentu kata sejahtera cuma kata politik saja” setidaknya itulah inti yang guruku pernah sampaikan.
Sekarang Indonesia telah memilih pemimpin baru, sesosok pemimpin dengan kesederhanaan kotak-kotak, berjiwa blusukan dan “katanya” dapat mengantarkan Indonesia menuju masa keemasan seperti yang dilakukan oleh Ir. Soekarno dulu. Semoga saja, amanah rakyat Indonesia yang telah beliau terima, dapat dipikul dengan baik. Semoga saja tidak hanya menjadi sebuah bentuk pencitraan. Pak Jokowi, kami tunggu janji-janji yang telah kau ucapkan, jangan biarkan kami memaksamu untuk menjilat ludahmu kembali !
Probolinggo – 31 Juli 2014
Fitrah Izul Falaq
0 Komentar