Saya menulis ini bukan karena ingin caper atau sok alay. Tulisan ini tak semata-mata karena mengeluh atas kejanggalan dalam hidup. Tapi saya menulis untuk menyampaikan betapa mengerikannya sistem pendidikan yang telah memporak-porandakan seluruh isi negeri ini. Sebuah sistem dari bapak mentri pendidikan, Muh. Nuh yang sangat pintar dan baik hati !!! yang katanya berbasis “pendidikan karakter” namun malah menjadi “pembunuhan karakter”.
Tulisan ini tak semena-mena tanpa alasan ataupun hanya didasari emosi, tapi inilah pengalaman selama sekitar 1½ tahun hidup dengan di paksa dan menurut pada sistem yang menyakitkan hati. Bahkan saya menulis ini, meninggalkan tumpukan tugas dan sudah siap menerima resiko menulis laporan sebanyak 10x. Agar tak sia-sia, mari kita lebih kritis dan meninjau beberapa point penting dalam kurikulum 2013, diantaranya :
- Kurikulum 2013 mengajarkan siswa untuk mandiri, dan guru hanya menjadi “pendamping”.
- Berdasarkan tulisannya K13 sangat bagus untuk diterapkan. Mandiri itu penting, tapi dalam sebuah pembelajaran saya rasa jauh lebih penting jika seorang guru menjadi “pembimbing”. Pasalnya, kalau kita cuma datang kesekolah kemudian di beri tugas oleh guru, dan kita mengerjakannya, dilanjutkan presentasi, dan berahir dengan bel berbunyi, otomatis tak ada waktu untuk mengkoreksi, tugas dikumpulkan dan tak tau apa yang salah dan yang benar. Setelah ditinggal selama 1 minggu, banyak yang sudah lupa apa yang mau dikoreksi. Kalaupun demikian, mending kita tidak perlu bersekolah, kita hanya perlu tidur-tiduran di rumah sambil menunggu datangnya tugas. Kalau gurunya Oemar Bakri, mungkin Indonesia akan lebih maju.
- Kurikulum 2013 tak hanya meberatkan siswa, tapi lebih memberatkan guru.
- Sebagai siswa saja banyak yang sering mengeluh, bahkan dimedia sosialpun tak sedikit yang berstatus “galau karena kamu, iya kamu…. Tugas yang menumpuk”. Sebenarnya tak hanya kita yang galau, guru kita pun juga galau, apalagi kalau sudah mencapai akhir semester. Setiap hari ditepan laptop mengetikkan angka sebanyak 6 lembar perorang, jika di setiap kelas ada 32 orang, dan guru tersebut mengajar 10 kelas, maka angka yang harus ia ketikkan adalah sebanyak 2510 lembar, itupun kalau tidak ada kesalahan. Saya rasa Pak Mentri sudah tau, atau malah belum pernah tau, atau bahkan tak mau tahu.
- Saat aku bertanya pada seorang guru, “Bu, kenapa sekarang kok jadi lebih rumit dari yang sebelumnya ?”. Beliaupun menjawab, “Sebenarnya saya juga gak mau gini le, tapi ini sudah perintah dan tuntutan, ya mau bagaimana lagi ? mau gak mau, suka gak suka ya jalanin aja.” Dengan spontan temanku berteriak, “Ya pakai gaya blusukannya Jokowi aja bu, gak usah bilang-bilang, kita gunakan sistem pendidikan yang seperti tahun lalu”. “Gak bisa le, nanti itu pasti ada audit, nah kalau ketahuan ya saya yang repot” dengan nada humoris beliau menjawab dan suasana kelaspun tertawa.
- Siswa diajarkan hidup mengelompok bukan berkelompok
- Dalam kurikulum 2013, saat mengerjakan tugas pasti akan dibentuk sebuah kelompok. Harapan awal dari K13 ini adalah siswa mampu bersosialisasi dan berkerja sama dalam memecahkan sebuah masalah. Tapi semakin hari, hal itu semakin pudar. Semakin banyak tugas semakin banyak kelompok yang di asingkan. Sehingga timbul “Kelompok si Pintar” dan “Kelompok si Malas”. Inikah hasil K13, diskriminasi ada dimana-mana. Bahkan di kelas anda, pernahkan anda merasakan ? atau pernahkan anda menjadi pelaku ? Bukan tambah akbrab tapi tambah diasingkan !
- Semakin banyaknya tugas, semakin hilang bakat dan minat seseorang.
- Tugas itu penting, tapi setiap orang mempunyai bakat dan minatnya masing-masing. Semakin banyaknya tugas, banyak waktu yang tersita. Padahal Pak Mentri kita “sudah” tahu, kita membutuhkan refreshing dan meneruskan hobi kita. Banyaknya tugas adalah penghalang untuk berkembang sesuai dengan yang kita inginkan. Padahal guru saya pernah bilang, “Terkadang siswa harus melakukan apa yang dia mau, sehingga mereka nyaman tanpa tekanan, dan pasti suatu saat dia akan menemukan jalan mereka sendiri”. Tak hanya kita, guru kita juga mempunyai sebuah keluarga. Kalau seorang guru banyak tuntutan, entah bagaimana beliau mengatur keluarganya, yang pasti itu lebih sulit.
Intinya belajar kurikulum 2013 itu seperti diperkosa, mau tak mau, suka gak suka, tapi tetep harus menikmati. Aku tau bahwa tak pantas seorang siswa menulis semacam ini. Tapi maaf, ini adalah hasil dari K13 yang sangat hebat. Kami tak menyalahkan sekolah apalagi menyalahkan guru yang selalu Digugu lan Ditiru. Tapi kami hanya menanyakan pada penguasa, bagaimana nasib kami ?
Mungkin tak hanya aku yang mempunyai kisah sedih dengan kurikulum 2013. Masih banyak lagi yang ingin mengungkapkan isi hatinya. Mari berbagi pengalaman tentang kurikulum 2013. Kita tunjukkan pada penguasa, apa yang kita rasakan dan amarah yang telah kita pendam. Ungkapkan semuanya, dalam sebuah karya ataupun tulisan. Sudah saatnya kita melawan keseragaman dan hidup dalam kesetaraan. Saatnya kita menggantikan kaum tua, dan berusaha tuk menjadi lebih hebat dari mereka. Tambahkan ungkapan kalian dengan hostag #K13_BukanUntukDipertahankan
0 Komentar